Sutan Takdir Alisjahbana: Ahli Tata Bahasa Berpandangan Liberal

Tanggal 11 Februari 1908 di Natal, Sumatera Utara lahirlah seorang ahli tata Bahasa Indonesia. Beliau adalah Sutan Takdir Alisjahbana (STA). Ibunya, Puti Samiah adalah seorang keturunan keluarga kerajaan Lingga Pura. Sedangkan, ayahnya yang bernama Raden Alisjahbana adalah seorang guru. Sutan adalah seorang ahli tata bahasa yang melakukan modernisasi Bahasa Indonesia, sehingga Bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa pemersatu bangsa.

Sutan menikahi tiga orang wanita, dan dari ketiga pernikahan tersebut ia dikarunai Sembilan orang anak. Istri pertamanya adalah Raden Ajeng Rohani Daha, yang melahirkan tiga orang anak. Pada pernikahan keduanya dengan Raden Roro Sugiarti ia dikarunai dua orang anak, yaitu Mirta Alisjahbana dan Sri Artaria Alisjahbana. Pada pernikahan terakhirnya dengan Dr. Margaret Axer ia dikarunai empat orang anak. Sutan merupakan orang yang sangat menghargai wanita, ia menganggap bahwa wanita adalah motor penggerak dan pendukung dibalik kesuksesan seorang laki-laki.

Sutan memasuki sekolah di HIS Bengkulu dan lulus pada tahun 1921. Kemudian, Sutan melanjutkan pendidikannya di Kweekschool Bukittinggi untuk menjadi guru. Pada tahun 1928, dia menimba ilmu di HKS Bandung. Setelah itu, ia meraih gelar Mr. pada tahun 1942 dari Sekolah Tinggi di Jakarta. Terakhir, ia mendapat gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Indonesia di tahun 1979 dan dari Universitas Sains Malaysia pada tahun 1987.

Karier seorang Sutan beraneka macam mulai dari bidang sastra, bahasa, dan kesenian. Sutan pernah menjabat sebagai redaktur majalah dan ia sendiri mendirikan dan memimpin majalah Pujangga Baroe pada tahun 1933 sampai 1953. Ia juga seorang pendidik baik guru maupun dosen. Sutan pernah mengajar di HKS Palembang selama satu tahun, dan telah diangkat menjadi dosen di berbagai universitas salah satunya adalah Universitas Malaya, Kuala Lumpur.

Sutan Takdir Alisjahbana merupakan tokoh pembaharu Indonesia yang berpandangan liberal. Ia sempat berpolemik dengan cendikiawan lainnya berkat pemikirannya yang pro-modernisasi dan pro-barat. Sutan merasa gelisah dengan para cendikiawan Indonesia lainnya yang menurutnya sangat anti terhadap materialism, modernisasi, dan pemikira bangsa barat. Menurutnya, Bangsa Indonesia harus belajar dengan mencari materi, me-modernisasi pemikiran, dan belajar tentang ilmu barat.

Sutan adalah seorang tokoh yang turut mendukung perkembangan Bahasa dan Sastra Indonesia. Ia turut aktif dalam Komisi Bahasa dan Kantor Bahasa. Meskipun Kantor Bahasa tutup saat peran dunia kedua, ia tetap memengaruhi perkembangan Bahasa Indonesia melalui majalah Pembina Bahasa. Sutan sebagai penulis ahli telah melakukan modernisasi pada Bahasa Indonesia hingga menjadi Bahasa Nasional. ia telah menulis buku Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia dan kamus istilah-istilah baru yang digunakan negara maju. Pada tahun 1970, Sutan menjadi ketua Gerakan Pembina Bahasa Indonesia dan inisiator Konferensi Pertama Bahasa-bahasa Asia.

Selain sebagai ahli tata bahasa, Sutan merupakan seorang sastrawan yang sempat menulis beberapa novel. Diantaranya merupakan novel terkenal yaitu Tak Putus Dirundung Malang (1929) dan Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940).


Sebagai seorang ahli tata bahasa, Sutan merupakan seseorang yang sangat cinta terhadap Bahasa Indonesia. Selain itu, ia juga merupakan seorang yang sangat mencintai keluarga. Di masa tuanya, Sutan hanya menghabiskan waktu di rumah bersama hewan peliharaanya. Sutan mengganggap bahwa keluarga, terutama seorang istri adalah kunci kesuksesan seorang pria. Akhirnya, Sutan tutup usia pada tanggal 17 Juli 1994 di Jakarta di usianya yang genap 86 tahun.

*Tugas Bahasa Indonesia Selasa, 8 Maret 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

pedoman karya tulis

Resolusi 2017

Karya Tulis SMP Labschool Jakarta